Kamis, 15 Mei 2014

Hoek

Mama rencong, cyin.....
Hoek banget peristiwa beginian.

http://www.kaskus.co.id/thread/5372f378fbca176b188b48de/miris-asal-muasal-bocornya-kunci-un-sma-terbongkar-dan-sangat-sistematis/

SURABAYA – Sikap keras pemerintah bahwa soal ujian nasional (unas) SMA tidak bocor akhirnya terpatahkan. Berdasar keterangan pihak-pihak yang telah ditangkap dan diperiksa polisi, diketahui bahwa soal unas SMA benar-benar telah bocor dan kunci jawabannya sudah menyebar ke mana-mana.

Naskah soal unas itu bocor karena dicuri. Tidak main-main, pencurian tersebut melibatkan sekitar 70 kepala sekolah (Kasek) dan guru yang bekerja secara terstruktur. Semua adalah Kasek dan guru SMA negeri maupun swasta dari Lamongan.

’’Kunci jawaban bukan aslinya. Ini tidak bocor dari pusat. Tapi, ini adalah hasil menjawab sendiri oleh sekelompok guru di Lamongan setelah mereka mencuri naskah soal,’’ kata Kapolrestabes Surabaya Kombespol Setija Junianta Senin (12/5).

Para guru mencuri? Setija menyatakan bahwa itulah kenyataannya. ’’Pencurian ini dilakukan dengan modus mengelabui polisi yang mengawal proses distribusi naskah soal ketika menuju polsek,’’ terangnya.

Sebelum pelaksanaan unas, naskah soal di setiap kabupaten/kota memang disimpan di mapolres setempat. Dua hari sebelum pelaksanaan unas, naskah soal lantas didistribusikan ke polsek-polsek jajaran. Mekanisme yang sama berlaku di Lamongan. Pada Sabtu (12/4), naskah soal didistribusikan dari Polres Lamongan ke polsek-polsek di seluruh Lamongan.

Distribusi umumnya menggunakan mobil kepala sekolah atau guru. Satu mobil dikawal seorang polisi. Selain itu, ada tiga sampai lima guru yang ikut serta mengawal. Saat perjalanan menuju polsek itulah, naskah soal dicuri. Guru yang turut dalam pengawalan mengajak berhenti polisi untuk makan di rumah makan. Karena yang mengajak adalah guru, polisi pengawal tidak curiga. ’’Pada saat makan, ada salah seorang guru yang mengambil sebundel amplop naskah soal,’’ papar Setija. Sebundel ampol berisi 20 model naskah soal.

Pencurian tidak hanya dilakukan di satu tempat. Sesuai dengan skenario jahat yang telah mereka susun, agar pencurian itu tidak mencolok, setiap satu tempat (satu rombongan guru) hanya kebagian mengambil satu amplop soal. Lantaran unas SMA mengujikan enam mata pelajaran, pencurian dilaksanakan di enam titik dengan sasaran enam mobil berbeda. Setiap tempat (rombongan guru) mengambil satu naskah soal yang berbeda. Karena itu, ketika dikumpulkan, naskah soal enam mata pelajaran yang mereka dapatkan sudah lengkap.

’’Sesungguhnya itu bisa dijawab saat ini. Tapi, kami lakukan gelar perkara dulu dengan Polda Jawa Timur. Yang jelas, naskah soal itu dicuri sekelompok guru,’’ tegas Setija.

Berdasar penelusuran Jawa Pos di Lamongan, kebocoran tersebut tidak terjadi di satu titik. Tetapi, kebocoran itu terjadi di enam titik sekaligus atau sesuai dengan jumlah mata pelajaran yang diujikan dalam unas SMA. Enam titik tersebut adalah Lamongan Kota, Babat, Bluluk, Ngimbang, Kedungpring, dan Karang Binangun.

Di enam titik itu, guru SMA negeri dan swasta saling berkolaborasi. Setiap titik mencuri satu naskah soal sesuai dengan yang disepakati. Misalnya, di Lamongan Kota mereka sepakat mencuri naskah bahasa Indonesia. Jadi, yang dicuri adalah naskah soal bahasa Indonesia.

Naskah tersebut lantas dikumpulkan di dua posko. Yakni, posko Bluluk dan Babat. Di dua posko itu, sudah menunggu puluhan guru terpilih dari SMA negeri dan swasta untuk mengerjakan naskah soal yang sudah dicuri. Karena yang mengerjakan merupakan guru-guru terpilih, pengerjaannya tidak memakan waktu lama. Pengerjaan soal selesai pada Sabtu (12/4) atau saat itu juga.

Jawaban yang dihasilkan tersebut kemudian disimpan dalam bentuk CD dan flashdisk. CD dan flashdisk lantas diberikan kepada semua kepala sekolah yang telah sepakat berkomplot dan berbuat curang. Baik kepala sekolah negeri maupun swasta. ’’Alurnya memang dari pencurian, lalu dikerjakan bersama-sama oleh sekelompok guru dan kemudian diberikan kepada kepala sekolah,’’ jelas Setija.

Dari kepala sekolah itu, jawaban digandakan guru-guru yang ditunjuk di setiap sekolah untuk kemudian dibagikan kepada siswa. ’’Ini sudah direncanakan sangat matang dan sistematis. Ini tidak hanya dilakukan tahun ini, tapi minimal sudah dua tahun. Sebab, tahun lalu ada peredaran kunci jawaban juga,’’ papar Setija.

Lalu, bagaimana nasib naskah soal yang dicuri? Lantaran pencurian itu sudah direncanakan sangat matang, sekelompok guru dan kepala sekolah tersebut membuat alur cerita yang cantik. Begitu naskah soal kembali dihitung di polsek, sekelompok guru telah kongkalikong menjawab bahwa naskah soal komplet. Demikian pula ketika saat pemeriksaan dan perhitungan saat naskah soal diambil dari polsek ke sekolah pada hari H pelaksanaan unas. Padahal, sejatinya naskah itu kurang satu amplop.

Agar ketika dibagikan kepada siswa tidak ada yang kurang, naskah soal yang dicuri tadi dibawa langsung ke sekolah bersangkutan dan disatukan kembali dengan naskah soal lain. ’’Ini melibatkan banyak guru dan kepala sekolah. Jadi, terlihat seperti tidak ada yang ganjil. Yang jelas, ada cukup banyak guru dan kepala sekolah yang terlibat,’’ ungkap Kasatreskrim Polrestabes Surabaya AKBP Farman.

Kunci jawaban yang disebar di Lamongan dibagikan secara gratis. Tetapi, tidak dengan di Surabaya. Kunci jawaban tersebut dikomersialkan Muhammad Nasrun Abid. Nama itulah yang membawa kunci jawaban dari Lamongan ke Surabaya. Abid memperoleh kunci jawaban dari pamannya yang guru SMAN 3 Lamongan Edy Purnomo. Selain itu, dia dapat dari kerabatnya yang lain, yaitu Wakil Kepala MTs Putra Putri Lamongan Ibnu Mubarrok.

Sebagaimana halnya siswa-siswa di Lamongan, Abid mendapatkannya secara gratis. ’’Abid lalu menjualnya kepada Joki Gosok seharga Rp 150 juta,’’ kata Farman. Joki Gosok atau DN Bagus Danil Bimantara merupakan pengedar kunci jawaban di Surabaya. Joki Gosok mengenal Abid dari pengedar sebelumnya, Bung T.

Di tangan Joki Gosok, kunci jawaban dijual kepada siswa di delapan SMAN di Surabaya. Harganya mencapai Rp 25 juta sampai Rp 35 juta untuk setiap sekolah. Jaringan Joki Gosok akhirnya dibongkar anggota Unit Kejahatan Umum (Jatanum) Satreskrim Polrestabes Surabaya saat pelaksanaan unas SMA hari ketiga 16 April lalu.

Joki Gosok dan empat anggotanya kemudian dibekuk polisi di tempat pelariannya di Jogjakarta pada 26 April lalu. Dari penangkapan Joki Gosok, terungkap nama pemasoknya, yakni Abid, dan kemudian berkembang ke penangkapan Edy serta Ibnu. ’’Dari pengungkapan itu, kami kembangkan. Hasilnya, kami mendapati fakta bahwa kunci itu berasal dari pencurian naskah soal di Lamongan,’’ ucap Setija.

Polisi sudah memeriksa semua yang terlibat. Bukan saja mereka yang mengedarkan di Surabaya, tetapi juga kelompok kepala sekolah dan guru di Lamongan yang mencuri serta menyebarkannya. ’’Semua sudah kami periksa. Tapi, kami tidak menahannya. Kami masih harus melakukan gelar perkara dengan Polda Jawa Timur. Yang pasti, pengusutan kasus ini sudah kami tuntaskan,’’ tandas Setija. (fim/c14/nw)

Sumber: http://www.jawapos.com/baca/artikel/876/70-Kasek-Guru-Berkomplot-Curi-Soal-Unas

Sabtu, 10 Mei 2014

Masa Suram di SMA: Ujian Nasional

Beberapa saat yang lalu aku ngobrol dengan salah seorang temanku tentang rencana liburan. Entah mengapa, bahan obrolan melantur simpang siur dan akhirnya kami membicarakan ujian nasional. Saat itu kami membahas tentang UN 2014 yang katanya memuat soal berstandar internasional, siswa yang bunuh diri karena putus asa, dan yang paling membuatku sesak adalah kecurangan yang terjadi pada UN.

Aku teringat peristiwa beberapa tahun yang lalu. Saat itu aku adalah siswa kelas XII pada sekolah terpandang di daerahku. Ya, aku sekolah di SMA favorit gitu loh.... Statusnya emang SMA Negeri, tapi saat itu SMA-ku memang punya nama dan gengsi yang sulit disaingi SMA lain. Katanya anak-anak SMA tersebut cerdas-cerdas (entahlah?).

Saat paling menyakitkan adalah detik-detik menjelang dan saat menghadapi Ujian Nasional. Aku merasa benar-benar tertekan. Aku berusaha tetap tampil ceria meskipun dalam hati aku menangis tersedu-sedu akibat kekecewaan yang begitu mendalam terhadap sekolah tempatku belajar.

Aku sedih banget karena aku diminta untuk ngasih contekan ke teman-teman. Beberapa teman mendatangiku dan memintaku untuk ikut berpartisipasi dalam program bagi-bagi jawaban UN. Ya, mereka merekrut beberapa siswa yang mereka anggap pintar sebagai 'otak'-nya. Si otak-otak itulah yang selama UN harus setor jawaban lewat SMS. Untuk koordinator dan compiler, direkrutlah siswa-siswa kelas XI yang memang libur saat UN. Betapa mereka mempersiapkan rencana yang begitu terorganisasi demi mendapatkan nilai UN yang bagus.

Ga cuma teman-teman kelas XII, pihak sekolah pun melakukan permohonan yang sama meski tidak secara langsung menunjuk siswa-siswa tertentu menjadi 'otak'-nya. Karena udah dilobi duluan sama teman-teman kelas XII, sebetulnya aku ga begitu kaget ketika sekolah minta murid-muridnya untuk saling ngasih contekan (toh di SMP juga pernah kaya gitu). Tololnya, pihak sekolah melakukannya sesaat setelah doa bersama menjelang UN. Di dalam mesjid pun! Sinting! Merusak suasana khidmat dalam batinku saja! Heran, berani-beraninya di dalam tempat ibadah berbuat demikian. Kabarnya, mereka bahkan sudah bekerja sama dengan sekolah-sekolah lain agar pengawasan silang antarsekolah dilonggarkan. Boo!

Kedua kelompok oknum tersebut benar-benar membuatku bimbang. Di satu sisi, aku emang agak kasihan kalau ada yang ga lulus UN. Di sisi lain, mencontek bukan perbuatan yang benar untuk meraih nilai yang bagus. Mencontek itu melanggar integritas. Aku sih penginnya ga nyontek dan ga ngasih contekan. Tapi karena takut dikucilkan, dibenci, dan di-bully akhirnya aku ngasih jawabanku. Ga 100% sih, ya kira-kira 70%. Itu pun dengan berat hati.

Begitu Ujian Nasional berakhir, aku menyesal telah memberi contekan. Aku menyesal telah ikut serta dalam konspirasi yang menyakitkan hati. Ya, harusnya aku lebih tegas menolak permintaan mereka. Harusnya aku tahu, tanpa aku pun mereka masih akan tetap lulus. Toh, standar kelulusannya masih sangat rendah, hanya nilai empat koma sekian; tidak sampai angka lima. Aku hanya menjadi alat untuk mengkatrol nilai mereka saja. Aku menyesal. Aku sedih. Aku sakit.

Begitu pengumuman kelulusan UN muncul, aku sudah tidak tertarik lagi. Pertama, aku sudah yakin bahwa aku lulus UN sekalipun aku belum melihat pengumuman. Ya, selama beberapa kali try-out yang katanya soalnya lebih sulit dibanding UN, aku selalu masuk jajaran peringkat atas dengan nilai rata-rata sekitar delapan. Yakin banget gue lulus UN! Kedua, aku juga yakin bahwa namaku tidak akan muncul dalam 10 besar nilai UN tertinggi di sekolah. Bahkan masuk 30 atau 40 besar pun rasanya tidak mungkin. Apalagi peringkat kabupaten, entah ada di urutan keberapa ratus. Pengalaman di SMP membuktikan demikian. Ga ada alasan lagi buat mantengin pengumuman kelulusan. GUE UDAH TAHU APA YANG PENGIN GUE TAHU!

Karena itu aku merasa sangat bahagia ketika aku diterima masuk kuliah. Ya, di tempatku kuliah ujian akhir semester diawasi dengan sangat ketat. Hukuman bagi yang mencontek dan yang ngasih contekan adalah drop out. Aku merasa sangat merdeka karena tidak dihantui rasa bersalah atau kekhawatiran akan bullying akibat nggak mau ngasih contekan. Hahahaha.